PP PBSI telah memilih 20 pebulutangkis terbaik untuk memperkuat tim Indonesia di ajang Piala Thomas dan Uber 2014 yang bakal diselenggarakan pada 18-25 Mei 2014 di New Delhi, India.
Sebelumnya, 33 pemain terpilih masuk tim bayangan, namun berdasarkan kuota yang telah ditentukan oleh BWF (Badminton World Federation), tim Piala Thomas dan Uber hanya dapat diisi oleh masing-masing 10 orang atlet.
Proses pemilihan pemain ditentukan dari berbagai penilaian oleh manajer tim dan tim pelatih. Mulai dari performa tiap pemain pada sejumlah turnamen, karantina, serta simulasi yang dilangsungkan di Solo, Jawa Tengah. Tak hanya dilihat dari segi ranking dunia si atlet, namun kesiapan dan komitmen pemain juga menjadi pertimbangan.
Tommy Sugiarto yang terpilih masuk tim Thomas, akan menjadi ujung tombak skuad Merah-Putih. Saat ini Tommy yang berada di peringkat lima dunia, memiliki ranking dunia tertinggi di jajaran pemain tunggal Indonesia lainnya.
Sedangkan Simon Santoso yang prestasinya tengah melejit usai memenangkan Singapore Open Super Series 2014, juga bakal mengisi slot tunggal putra. Pasangan terkuat dunia milik Indonesia, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, bakal menjadi andalan untuk mengamankan poin di nomor ganda.
Dari deretan nama tunggal putra, terdapat nama Ihsan Maulana Mustofa, pebulutangkis yang belum genap berusia 19 tahun. Peraih medali perunggu BWF World Junior Championships 2013 ini merupakan pemain termuda dalam tim Piala Thomas Indonesia 2014.
“Berdasarkan penilaian dari banyak faktor, kami telah memilih pemain-pemain dan membentuk tim terbaik. Semua pemain bagus, tetapi kuotanya terbatas, kami hanya bisa memilih sepuluh pemain. Kami berharap bisa membawa kembali Piala Thomas ke Tanah Air,” kata Christian Hadinata, manajer tim Piala Thomas.
Sementara itu di tim Uber, peraih medali emas SEA Games Myanmar 2013, Bellaetrix Manuputty, juga masuk di tim inti bersama Linda Wenifanetri. Begitu juga kapten tim Adriyanti Firdasari yang melanjutkan tugasnya memimpin tim Uber hingga ke India nanti.
“Penentuan pemain di tim inti Piala Uber tidaklah mudah. Keputusan ini lahir dari diskusi panjang selama di karantina, simulasi dan sebagainya. Kami juga banyak menerima masukan tak hanya dari pelatih, namun dari pakar serta mantan pemain yang berpengalaman di Piala Uber. Pemilihan pemain bukan dilihat dari segi teknis saja, tetapi segi non teknis seperti pengalaman dan kematangan di lapangan,” ujar Imelda Wiguna, manajer tim Piala Uber Indonesia.
“Inilah tim dengan komposisi pemain-pemain terbaik kami, semoga kami dapat meraih hasil maksimal. Kami mohon doa restu dan dukungan masyarakat Indonesia untuk tim Piala Uber,” tambah Imelda.
Para pemain yang tergabung dalam tim inti menjalani latihan bersama di Pelatnas Cipayung mulai 28 April hingga 12 Mei mendatang. Anggota tim Piala Thomas dan Uber juga akan bertolak ke Bogor, Jawa Barat, pada 2-3 Mei 2014 untuk mengikuti program team buliding.
Tim Piala Thomas dan Uber bakal dilepas pada 5 Mei 2014 di Pelatnas Cipayung, bertepatan dengan acara HUT PBSI. Tim ofisial dan pemain akan berangkat ke India pada tanggal 13 Mei 2014.
Berikut susunan tim Thomas dan Uber Cup Indonesia 2014:
Tim Piala Thomas
1. Tommy Sugiarto
2. Dionysius Hayom Rumbaka
3. Simon Santoso
4. Ihsan Maulana Mustofa
5. Hendra Setiawan
6. Mohammad Ahsan
7. Rian Agung Saputro
8. Angga Pratama
9. Berry Angriawan
10. Ricky Karanda Suwardi
Tim Piala Uber
1. Linda Wenifanetri
2. Bellaetrix Manuputty
3. Adriyanti Firdasari
4. Maria Febe Kusumastuti
5. Greysia Polii
6. Nitya Krishinda Maheswari
7. Pia Zebadiah Bernadet
8. Rizki Amelia Pradipta
9. Tiara Rosalia Nuraidah
10. Suci Rizki Andini
http://sports.okezone.com/read/2014/05/01/40/978476/ini-skuad-indonesia-di-thomas-uber-cup-2014
Setiap tanggal 1 Mei, kaum buruh dari seluruh dunia memperingati peristiwa besar demonstrasi kaum buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886, yang menuntut pemberlakuan delapan jam kerja.Tuntutan ini terkait dengan kondisi saat itu, ketika kaum buruh dipaksa bekerja selama 12 sampai 16 jam per hari.
Demonstrasi besar yang berlangsung sejak April 1886 pada awalnya didukung oleh sekitar 250 ribu buruh.Dalam jangka waktu dua minggu membesar menjadi sekitar 350 ribu buruh. Kota Chicago adalah jantung gerakan diikuti oleh sekitar 90 ribu buruh. Di New York, demonstrasi yang sama diikuti oleh sekitar 10 ribu buruh, di Detroit diikuti 11 ribu buruh.
Demonstrasi pun menjalar ke berbagai kota seperti Louisville dan di Baltimore demonstrasi mempersatukan buruh berkulit putih dan hitam. Sampai pada tanggal 1 Mei 1886, demonstrasi yang menjalar dari Maine ke Texas, dan dari New Jersey ke Alabama diikuti oleh setengah juta buruh di negeri tersebut.Perkembangan ini memancing reaksi yang juga besar dari kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan setempat saat itu. Melalui Chicago’s Commercial Club, dikeluarkan dana sekitar US$ 2.000 untuk membeli peralatan senjata mesin guna menghadapi demonstrasi. Demonstrasi damai menuntut pengurangan jam kerja itu pun berakhir dengan korban dan kerusuhan. Sekitar 180 polisi menghadang demonstrasi dan memerintahkan agar demonstran membubarkan diri.
Sebuah bom meledak di dekat barisan polisi. Polisi pun membabi-buta menembaki buruh yang berdemonstrasi. Akibatnya korban pun jatuh dari pihak buruh pada tanggal 3 Mei 1886, empat orang buruh tewas dan puluhan lainnya terluka. Dengan tuduhan terlibat dalam pemboman delapan orang aktivis buruh ditangkap dan dipenjarakan. Akibat dari tindakan ini, polisi menerapkan pelarangan terhadap setiap demonstrasi buruh. Namun kaum buruh tidak begitu saja menyerah dan pada tahun 1888 kembali melakukan aksi dengan tuntutan yang sama. Selain itu, juga memutuskan untuk kembali melakukan demonstrasi pada 1 Mei 1890.
Rangkaian demonstrasi yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Bahkan menurut Rosa Luxemburg (1894), demonstrasi menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam perhari tersebut sebenarnya diinsipirasikan oleh demonstrasi serupa yang terjadi sebelumnya di Australia pada tahun 1856. Tuntutan pengurangan jam kerja juga singgah di Eropa. Saat itu, gerakan buruh di Eropa tengah menguat. Tentu saja, fenomena ini semakin mengentalkan kesatuan dalam gerakan buruh se-dunia dalam satu perjuangan.
Peristiwa monumental yang menjadi puncak dari persatuan gerakan buruh dunia adalah penyelenggaraan Kongres Buruh Internasional tahun 1889. Kongres yang dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negeri dan memutuskan delapan jam kerja per hari menjadi tuntutan utama kaum buruh seluruh dunia. Selain itu, Kongres juga menyambut usulan delegasi buruh dari Amerika Serikat yang menyerukan pemogokan umum 1 Mei 1890 guna menuntut pengurangan jam kerja dengan menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh se-Dunia.
Delapan jam/hari atau 40 jam/minggu (lima hari kerja) telah ditetapkan menjadi standar perburuhan internasional oleh ILO melalui Konvensi ILO no. 01 tahun 1919 dan Konvensi no. 47 tahun 1935. Khususnya untuk konvensi no. 47 tahun 1935, sampai saat ini, baru 14 negara yang menandatangani konvensi tersebut. Ditetapkannya konvensi tersebut merupakan suatu pengakuan internasional yang secara tidak langsung merupakan buah dari perjuangan kaum buruh se-dunia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Penetapan 8 jam kerja per hari sebagai salah satu ketentuan pokok dalam hubungan industrial perburuhan adalah penanda berakhirnya bentuk-bentuk kerja-paksa dan perbudakan yang bersembunyi di balik hubungan industrial.
Masalahnya saat ini, semakin banyak buruh yang terpaksa bekerja lebih dari 8 jam perhari. Hal ini disebabkan oleh memburuknya krisis imperialisme yang menekan upah dan mempertinggi biaya kebutuhan pokok untuk kehidupan. Di Indonesia sendiri, perayaan May Day sebagai hari libur telah secara resmi dihapuskan melalui terbitnya UU nomor 13 tahun 2003. Secara tidak langsung, kemenangan buruh dalam gerakan 1 Mei mengalami kemerosotan tajam. Makin lama makin menghilang.
Pertemuan di hari berikut, 4 Mei 1886, berlokasi di bunderan lapangan Haymarket, para buruh kembali menggelar aksi mogoknya dengan skala yang lebih besar lagi, aksi ini jaga ditujukan sebagai bentuk protes tindakan represif polisi terhadap buruh. Semula aksi ini berjalan dengan damai.
Karena cuaca buruk banyak partisipan aksi membubarkan diri dan kerumunan tersisa sekitar ratusan orang. Pada saat itulah, 180 polisi datang dan menyuruh pertemuan dibubarkan. Ketika pembicara terakhir hendak turun mimbar, menuruti peringatan polisi tersebut, sebuah bom meledak di barisan polisi. Satu orang terbunuh dan melukai 70 orang diantaranya. Polisi menyikapi ledakan bom tersebut dengan menembaki kerumunan pekerja yang berkumpul, sehingga 200 orang terluka, dan banyak yang tewas.
Pengadilan spektakuler kedelapan anarkis tersebut adalah salah satu sejarah buram lembaga peradilan AS yang sangat dipengaruhi kelas borjuis Chicago. Pada 21 Juni 1886, tanpa ada bukti-bukti kuat yang dapat mengasosiasikan kedelapan anarkis dengan insiden tersebut (dari kedelapan orang, hanya satu yang hadir. Dan Ia berada di mimbar pembicara ketika insiden terjadi), pengadilan menjatuhi hukuman mati kepada para tertuduh. Pada 11 November 1887, Albert Parsons, August Spies, Adolf Fischer, dan George Engel dihukum gantung. Louise Lingg menggantung dirinya di penjara.
Sekitar 250.000 orang berkerumun mengiringi prosesi pemakaman Albert Parsons sambil mengekspresikan kekecewaan terhadap praktik korup pengadilan AS. Kampanye-kampanye untuk membebaskan mereka yang masih berada di dalam tahanan, terus berlangsung. Pada Juni 1893, Gubernur Altgeld, yang membebaskan sisa tahanan peristiwa Haymarket, mengeluarkan pernyataan bahwa, “mereka yang telah dibebaskan, bukanlah karena mereka telah diampuni, melainkan karena mereka sama sekali tidak bersalah.” Ia meneruskan klaim bahwa mereka yang telah dihukum gantung dan yang sekarang dibebaskan adalah korban dari ‘hakim-hakim serta para juri yang disuap.’ Tindakan ini mengakhiri karier politiknya.
Bagi kaum revolusioner dan aktifis gerakan pekerja saat itu, tragedi Haymarket bukanlah sekadar sebuah drama perjuangan tuntunan ‘Delapan Jam Sehari’, tetapi sebuah harapan untuk memerjuangkan dunia baru yang lebih baik. Pada Kongres Internasional Kedua di Paris, 1889, 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur pekerja. Penetapan untuk memperingati para martir Haymarket di mana bendera merah menjadi simbol setiap tumpah darah kelas pekerja yang berjuang demi hak-haknya.
Meskipun begitu, komitmen Internasional Kedua kepada tradisi May Day diwarisi dengan semangat berbeda. Kaum Sosial Demokrat Jerman, elemen yang cukup berpengaruh di Organisasi Internasional Kedua, mengirim jutaan pekerja untuk mati di medan perang demi ‘Negara dan Bangsa.’ Setelah dua Perang Dunia berlalu, May Day hanya menjadi tradisi usang, di mana serikat buruh dan partai Kiri memanfaatkan momentum tersebut demi kepentingan ideologis. Terutama di era Stalinis, di mana banyak dari organisasi anarkis dan gerakan pekerja radikal dibabat habis di bawah pemerintahan partai komunis. Hingga hari ini, tradisi May Day telah direduksi menjadi sekadar ‘Hari Buruh’, dan bukan lagi sebuah hari peringatan kelas pekerja atau proletar untuk menghapuskan kelas dan kapitalisme.